Beranda | Artikel
Membayarkan Utang Puasa Teman yang Sudah Meninggal
Jumat, 31 Mei 2019

Bolehkah Membayarkan Puasa Teman yang Meninggal?

Ustadz saya punya tmn jauh tempatnya. Dan maaf untuk keluarga sepertinya ilmu pas2san. Dia kecelakaan dan meninggal dunia meninggal hutang puasa sekitar 5 hari. Bolehkah saya sbg teman meng-qada-kan puasanya atau membayarkan fidyah tanpa sepengetahuan ahli warisnya?

Jawaban:

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du.

Hutang puasa mayit, dapat dibayarkan oleh kerabatnya yang masih hidup berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,

من مات وعليه صيام صام عنه وليه

Siapa yang meninggal dunia memiliki hutang puasa, maka yang membayarkan adalah keluarganya. (HR. Bukhori, hadis Aisyah -radhiyallahu’anha-)

Dalam Fatawa Islam diterangkan makna hadis ini,

وهذا الحديث دليل واضح على مشروعية الصوم عن الميت إذا مات وعليه صوم، وسواء كان هذا الصوم صوم نذر أو مفروضاً بأصل الشرع،

Hadis ini dalil jelas disyariatkan membayarkan hutang puasa untuk mayit jika mayit meninggal membawa tanggungan puasa. Baik berupa puasa nazar atau puasa yang diwajibkan oleh syariat lainnya. (Fatawa Islam nomor 117311)

Namun bagaimana jika non kerabat yang membayarkan?

Ada hadis yang semakna diriwayatkan oleh Imam Al Bazzar dengan sedikit tambahan.

فليصم عنه وليه إن شاء

Siapa yang meninggal dunia memiliki hutang puasa, maka yang membayarkan adalah keluarganya jika mereka berkenan.

Tambahan kalimat “Jika mereka berkenan (إن شاء)” menunjukkan bahwa pembayaran hutang puasa mayit oleh keluarga, hukumnya adalah sunah / anjuran. Mengingat hukumnya adalah Sunnah, hutang puasa mayit bisa dibayarkan oleh non kerabat insyaAllah. Pendapat inilah yang dinilai kuat oleh Imam Bukhari dan juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahumallah-.

Alasan lain yang menguatkan ini adalah, dalam sebuah hadis, Nabi shallallahu’alaihi wasallam menyamakan hutang puasa dengan hutang pada umumnya. Dan hutang, bisa dibayarkan oleh siapapun, tidak harus kerabat.

Dalam Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah memberikan keterangan,

وَظَاهِرُ صَنِيعِ الْبُخَارِيِّ اخْتِيَارُ هَذَا الْأَخِيرِ، وَبِهِ جَزَمَ أَبُو الطَّيِّبِ الطَّبَرِيُّ، وَقَوَّاهُ بِتَشْبِيهِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ بِالدَّيْنِ، وَالدَّيْنُ لَا يَخْتَصُّ بِالْقَرِيبِ

Tampaknya Imam Bukhari memilih pendapat selain kerabat bisa membayarkan hutang puasa mayit. Pendapat ini ditegaskan oleh Abu Thoyyib At Thabari. Beliau mendukung pendapat ini dengan penyamaan Nabi shallallahu’alaihi wasallam antara hutang puasa dengan hutang pada umumnya. Dan hutang tidak hanya bisa dilunasi oleh kerabat saja. (Fathul Bari, 4/194)

Ulama kontemporer yang condong pada kesimpulan ini adalah Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah,

إذا كان رجل قد أفطر في رمضان لسفر أو لمرض ثم عافاه الله من المرض ولم يصم القضاء الذي عليه ثم مات، فإن وليه يصوم عنه، سواء كان ابنه، أو أباه، أو أمه، أو ابنته، المهم أن يكون من الورثة، وإن تبرع أحد غير الورثة فلا حرج أيضاً،

Jika seorang tidak puasa ramadhan karena safar atau sakit. Kemudian Allah sembuhkan penyakitnya, namun ajal menjemput dan dia belum menunaikan qodo’ puasanya, maka kerabatnya bisa membayarkan puasanya. Bisa dibayarkan oleh anak laki-laki, bapak, ibu, anak perempuannya, atau siapapun dari ahli warisnya. Jika ada seorang selain ahli waris berderma ingin membayarkan puasa, tidak mengapa… (Majmu’ Fatawa Ibnu 19/395)

Wallahua’lam bis shawab.

****

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/34978-membayarkan-utang-puasa-teman-yang-sudah-meninggal.html